loading...

Monday, April 30, 2018

ANALISIS PENGISIAN KELENGKAPAN FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS CAESAREAN SECTION PASIEN RAWAT INAP PERIODE TRIWULAN I TAHUN 2010 DI RSUD KABUPATEN KARANGANYAR


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
    Rekam medis menurut Huffman Edna K (1999) dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 337/Menkes/SK/III/2007 rekam medis adalah fakte yang berkaitan dengan keadaan pasien, riwayat penyakit dan pengobatan masa lalu serta saat ini yang ditulis oleh profesi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pasien tersebut.
  Rumah Sakit adalah tempat dimana orang sakit dapat mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan sebagai tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan. Di Rumah Sakit pelayanan terhadap pasien merupakan hal yang paling pokok maka perlu ada kajian ulang mengenai pelayanan yang diberikan baik pelayanan medis maupun non medis (Azwar A, 1987).
Masalah yang ada didalam dokumen rekam medis adalah  pada pengisian nama dan tanda tangan dokter serta nama dan tanda tangan saksi tidak diisi dengan lengkap. Dengan tidak adanya nama dan tanda tangan dokter maka petugas rekam medis mengalami kesulitan dalam melakukan indeks dokter karena tidak mengetahui dokter yang bertanggung jawab atas tindakan medis yang diberikan kepada pasien (Wijono D, 1999).
Persetujuan tindakan medis (Informed Consent) adalah pernyataan persetujuan (consent) atau izin dari pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud. Di Indonesia masalah Informed Consent sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 tahun 2008.
Caesarean Section (Operasi Saesar) adalah suatu prosedur yang berhubungan dengan pembedahan di mana goresan/ukiran dibuat melalui suatu abdomen ibu (Laparotomy) dan kandungan (Hysterotomy) untuk mengeluarkan satu atau lebih bayi (Bagus Ida M, 2001).
 Berdasarkan hasil survey pendahuluan dapat diketahui bahwa Caesarean Section merupakan jenis tindakan medis yang menempati peringkat pertama dalam 10 besar tindakan medis yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar selama tahun 2010. Dalam pengisian kelengkapan formulir Informed Consent pada tindakan Caesarean Section sebanyak 80% ditemukan ketidaklengkapan pada item nama saksi dan tanda tangan saksi yang menjadi saksi dalam persetujuan tindakan medis tersebut.
 Sehubungan dengan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil judul ”Analisis Pengisian Kelengkapan Formulir Persetujuan Tindakan Medis Caesarean Section Pasien Rawat Inap periode Triwulan I tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar” sebagai bahan kajian dalam Karya Tulis Ilmiah ini.



B.     Rumusan Masalah
Bagaimana kelengkapan pengisian formulir Persetujuan Tindakan Medis Caesarean Section Pasien Rawat Inap periode Triwulan I tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar?

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Menganalisis kelengkapan pengisian Formulir Persetujuan Tindakan Medis Caesarean Section Pasien Rawat Inap periode Triwulan I tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui kelengkapan pengisian identitas penanggungjawab pasien Caesarean Section.
b.      Mengetahui kelengkapan pengisian identitas pasien Caesarean Section.
c.       Mengetahui kelengkapan pengisian jenis tindakan yang akan dilakukan.
d.      Mengetahui kelengkapan pengisian otentikasi

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien khususnya dalam hal pemenuhan hak pasien atas persetujuan tindakan medis.

2.      Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi kepustakaan yang dapat digunakan untuk penelitian yang lebih lanjut.
3.      Bagi Peneliti
a.       Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang pelaksanaan tindakan medis persetujuan tindakan medis di rumah sakit.
b.      Peneliti mengetahui pelaksanaan dan pemberian informasi persetujuan tindakan medis yang sesuai dengan aturan.
c.       Memperoleh pengalaman kerja sesuai dengan kopentensi yang harus dimiliki oleh seorang perekam medis yang profesional, berkaitan dengan penatalaksanaan  persetujuan tindakan medis kepada pasien.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Rekam Medis
1.      Definisi Rekam Medis
                 Pengertian Rekam Medis menurut Permenkes 269/MenKes/Per/III/2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pada Surat Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik No 78 tahun 1991 tentang penyelenggaraan rekam medis dirumah sakit, dijelaskan tentang definisi rekam medis yaitu berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan maupun pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien selama dirawat di rumah sakit yang dilakukan di Unit Rawat Jalan termasuk Unit Gawat Darurat maupun Unit Rawat Inap.
2.       Manfaat Rekam Medis
Manfaat rekam medis menurut Permenkes No. 269 tahun 2008 adalah :
a.       Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
b.      Bahan pembuktian dalam perkara hukum.
c.       Bahan untuk kepentingan penelitian.
d.      Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
e.       Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
(Hatta G, 2008)
3.       Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Kegunaan Rekam Medik mengandung berbagai aspek, yang lebih mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu :
a.       Aspek Administration (Aspek Administrasi)
Suatu berkas Rekam Medis mempunyai nilai administrasi karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedik dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b.       Aspek Legal (Aspek Hukum)
Suatu berkas Rekam Medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan serta penyediaan bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.
c.       Aspek Financial (Aspek Keuangan)
Suatu berkas Rekam Medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data atau informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan. 
d.       Aspek Research (Aspek Penelitian)
Suatu berkas Rekam Medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data atau informasi yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai aspek penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

e.       Aspek Education (Aspek Pendidikan)
Suatu berkas Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran dibidang profesi  si pemakai.
f.        Aspek Documentation (Aspek Dokumentasi)
Suatu berkas Rekam Medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai  bahan pertanggung jawaban dan laporan Rumah Sakit.
(Wijono D, 1999)

B.     Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
Persetujuan tindakan medis (Informed Consent) adalah pernyataan persetujuan (consent) atau izin dari pasien yang diberikan dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup tentang tindakan kedokteran yang dimaksud. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien (Guwandi J, 2004).
Informed Consent berakar dalam nilai-nilai otonomi di dalam masyarakat yang diyakini sebagai hak-hak mereka dalam menentukan nasibnya sendiri apabila akan dilakukan tindakan medis. Informed Consent sebagai mana bentuknya telah mengalami suatu proses panjang, sumber dasar dari filsafah moral, sosial-budaya dan politik.
Di Indonesia masalah Informed Consent sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008. namun dalam pelaksanaannya belum sebagaimana mestinya, masih ditemui kendala-kendala yang menyangkut bidang sosial-budaya dan kebiasaan. Selain itu karena menyangkut hak asasi manusia, Informed Consent sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, pada Pasal 45 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi.
Pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang Informed Consent dalam lampiran SKB IDI No. 319 /P/BA/88 butir 33 berbunyi ”Setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh pasien, setelah sebelumnya pasien itu memperoleh informasi yang cukup kuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resiko yang bersangkutan dengannya” (Departemen Kesehatan RI, 1997).
Tindakan dokter dalam pelayanan medis merupakan suatu upaya yang hasilnya belum pasti, akan tetapi akibat yang timbul dari tindakan itu dapat diketahui berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dokter yang bersangkutan. Karenanya kemungkinan terjadinya kesalahan dalam tindakan merupakan tanggung jawab dokter, sedangkan suatu pembebasan terhadap kesalahan (kelalaian) kurang berhati-hati dianggap bertentangan dengan kesusilaan.
Informed Consent untuk pasien yang telah setuju mendapat pelaksanaan tindakan medik dari dokter terhadap dirinya dengan menyadari sepenuhnya atas segala resiko tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter. Pernyataan tersebut juga dicantumkan bahwa dokter telah menjelaskan sifat, tujuan serta kemungkinan (resiko) akibat yang timbul dari tindakan tersebut kepada pasien atau keluarganya. Dokter yang bersangkutan juga harus menandatangani formulir Persetujuan Tindakan Medik.
Pengertian tentang resiko medik (Malpraktek dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana (Guwandi J, 1994) sebagai berikut :
1.      Bahwa dalam tindakan medik ada kemungkinan (resiko) yang dapat terjadi yang mungkin tidak sesuai harapan pasien. Ketidak mengertian pasien terhadap resiko yang dihadapinya dapat mengakibatkan diajukannya tuntutan ke pengadilan oleh pasien tersebut.
2.      Bahwa di dalam tindakan medis ada tindakan yang mengandung resiko tinggi.
3.      Bahwa resiko tinggi tersebut berkaitan dengan keselamatan jiwa pasien.

C.    Tata Cara Pengisian Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
Setiap tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan dari pasien atau keluarga baik secara tertulis maupun lisan. Untuk tindakan yang beresiko harus mendapatkan persetujuan secara tertulis yang ditandatangani oleh pasien untuk  mendapatkan persetujuannya. Persetujuan diberikan pada pasien setelah mendapatkan informasi yang jelas tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang akan ditimbulkannya.
Menurut SK Dirjen Pelayanan Medik No.HK.00.06.6.5.1866 Kebijakan dan Prosedur tentang Informed Consent adalah sebagai berikut:
1.      Pengaturan persetujuan atau penolakan tindakan medis harus dalam bentuk kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit.
2.      Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya memberikan informasi dan penjelasan adalah hak dokter.
3.      Formulir Informed Consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a.       Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik.
b.      Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan (voluntary).
c.       Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh seorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya.
d.      Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan setelah diberikan cukup informasi dan penjelasan yang diberikan.
4.      Isi informasi dan penjelasan yang diberikan
Informasi dan penjelasan dianggap cukup jika paling sedikit enam hal pokok dibawah ini disampaikan dalam memberikan informasi dan penjelasan.
a.       Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang akan dilakukan.
b.      Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan.
c.       Informasi dan penjelasan tentang resiko dan komplikasi yang mungkin akan terjadi.
d.      Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan lain yang tersedia dan serta resikonya dari masing-masing tindakan tersebut.
e.       Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan tersebut dilakukan.
f.       Diagnosis.
5.      Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan.
Dokter yang akan melakukan tindakan medis mempunyai tanggung jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang diberikan dapat diwakili pada dokter lain dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan.
6.      Cara menyampaikan informasi.
Informasi dan penjelasan disampaikan secara lisan. Informasi secara tertulis hanya dilakukan sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara lisan.
7.      Pihak yang menyatakan persetujuan.
a.       Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau sudah menikah.
b.      Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka, menurut urutan hak sebagai berikut :
1)            Ayah/Ibu adopsi
2)            Saudara-saudara kandung
c.       Bagi pasien dibawah umur 21 tahun atau tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya berhalangan hadir. Persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka, menurut hak sebagai berikut:
1)            Ayah/Ibu adopsi
2)            Saudara-saudara kandung
d.      Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
1)            Ayah/Ibu kandung
2)            Wali yang sah
3)            Saudara-saudara kandung
e.       Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle) persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan menurut urutan hak tersebut :
1)                     Wali
2)                     Curator
f.       Bagi pasien dewasa yang telah menikah /orang tua, persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak tersebut:
1)            Suami/isteri
2)            Ayah/ibu kandung
3)            Anak-anak kandung
4)            Saudara-saudara kandung.
8.      Cara menyatakan persetujuan.
Cara pasien menyatakan persetujuan dapat secara tertulis (expressed) maupun lisan. Persetujuan secara tertulis mutlak diperlakukan pada tindakan medis yang mengandung resiko tinggi, sedangkan persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan medis yang tidak mengandung resiko tinggi.
9.      Semua jenis tindakan medis yang mengandung resiko harus disertai Informed Consent. Jenis tindakan medis memerlukan Informed Consent disusun oleh komite medik dan kemudian ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Bagi rumah sakit yang belum mempunyai komite medik atau keberadaan komite medik belum lengkap, maka dapat mengacu pada jenis tindakan medis yang sudah ditetapkan oleh rumah sakit lain yang fungsi dan kelasnya sama.
10.  Perluasan tindakan medis yang telah disetujui tidak dibenarkan dilakukan dengan alasan apapun juga, kecuali apabila perluasan tindakan medis tersebut terpaksa dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.
11.  Pelaksanaan Informed Consent untuk tindakan medis tertentu, misalnya Tubektomi/Vasectomi dan Caesarean Section yang berkaitan dengan program keluarga berencana, harus merujuk pada ketentuan lain melalui konsultasi dengan perhimpunan profesi yang terkait.
12.  Demi kepentingan pasien, Informed Consent tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga pasien yang berhak memberikan persetujuan/penolakan tindakan medis.
13.  Format isian persetujuan tindakan medis (Informed Consent) atau penolakan tindakan medis, digunakan seperti pada contoh formulir terlampir, dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Perawat bertindak sebagai salah satu saksi.
b.      Formulir asli dalam berkas rekam medis pasien.
c.       Formulir harus sudah diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan medis dilakukan.
d.      Dokter harus ikut membubuhkan tandatangan sebagai bukti bahwa telah diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.
e.       Sebagai ganti tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus membubuhkan cap jempol ibu jari tangan kanan.
(MenKes, 2008)

D.    Hak dan Kewajiban Dokter
1.      Hak dokter
Melakukan praktik dokter setelah memperoleh Surat Izin Dokter (SID) dan Surat Izin Praktik (SIP), memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien/keluarga tentang penyakitnya, bekerja sesuai dengan standar profesi, menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum, agama dan hati nuraninya.
2.      Kewajiban dokter
Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien, merujuk pasien kedokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia, melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran.
(Jusuf H, 2008)


E.     Hak dan Kewajiban Pasien
1.      Hak pasien
Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, resikonya serta alternatif tindakan lain jika terjadi komplikasi prognosis terhadap tindakan yang dilakukan, meminta pendapat dokter lain, mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis, mendapatkan isi berkas rekam medis, serta pasien juga dapat menolak tindakan medis dari apa yang dilakukan oleh dokter.
2.      Kewajiban pasien
Memeriksakan diri sedini mungkin pada dokter, memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya, mematuhi nasehat dan petunjuk yang diberikan oleh dokter, mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan, menandatangani surat persetujuan tindakan medis dan surat jaminan dirawat di rumah sakit, dan melunasi biaya perawatan, pemeriksaan, pengobatan di rumah sakit serta honorarium dokter.
(Jusuf H, 2008)





F.     Bedah Sesar (Caesarean Section).
1.      Pengertian bedah sesar.
Bedah sesar (bahasa Inggris: Caesarean Section atau Section Cesarean dalam Inggris-Amerika), disebut juga dengan Seksio Sesarea (disingkat dengan SC) adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan rahim (histerotomi) untuk mengeluarkan bayi. Bedah caesar umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak memungkinkan karena berisiko kepada komplikasi medis lainnya. Sebuah prosedur persalinan dengan pembedahan umumnya dilakukan oleh tim dokter yang beranggotakan spesialis kandungan, anak, anastesi serta bidan yang melakukan tindakan dan informasi kepada pasien.
2.      Beberapa unsur yang menjelaskan asal kata ”Cesar”.
a.       Istilah dapat diambil dari kata kerja bahasa Latin caedere yang berarti "membedah". Dengan demikian "bedah caesar" menjadi gaya bahasa retoris.
b.      Istilah yang mungkin diambil dari pemimpin Romawi kuno Julius Caesar yang disebut-sebut dilahirkan dengan metode tersebut. Dalam sejarah, hal ini sangat tidak memungkinkan karena ibunya masih hidup ketika ia mencapai usia dewasa (bedah caesar tidak mungkin dilakukan pada masa tersebut terkait dengan teknologi yang tidak mendukung), tetapi legenda tersebut telah bertahan sejak abad ke-2 SM.
c.       Hukum Romawi yang menjelaskan bahwa prosedur tersebut perlu dilakukan pada ibu hamil yang meninggal untuk menyelamatkan nyawa sang bayi. Hal ini dikenal dengan istilah lex caesarea, sehingga hukum Romawi mungkin menjadi asal usul istilah ini.
Secara umum, istilah "bedah sesar" merupakan gabungan dari hal-hal tersebut di atas. Kata kerja caedo dalam kalimat a matre caesus ("membedah ibunya") digunakan pada masa Romawi untuk mendeskripsikan operasi tersebut.
3.      Beberapa jenis bedah sesar.
a.       Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan hari ini karena sangat berisiko terhadap terjadinya komplikasi.
b.      Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih sangat umum dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya pendarahan dan cepat penyembuhannya.
c.       Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit tertangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.
d.      Bentuk lain dari bedah caesar seperti bedah sesar ekstraperitoneal atau bedah sesar Porro.
e.       Bedah sesar berulang dilakukan ketika pasien sebelumnya telah pernah menjalan bedah sesar. Umumnya sayatan dilakukan pada bekas luka operasi sebelumnya.
(Bagus Ida M, 2001)

G.    Quality Assurance
Pengertian Quality Assurance adalah program berlanjut yang disusun secara obyektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan kewajaran asuhan terhadap pasien, menggunakan peluang untuk meningkatkan asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap.
1.        Kepentingan Quality Assurance
a.       Bagi Rumah Sakit
1)      Persaingan antara rumah sakit perlu pelayanan yang bermutu agar mampu bertahan.
2)      Kemajuan tekhnologi, perlu pemilihan tepat antara mutu dan biaya.
b.      Bagi Pasien
Pengetahuan pasien tentang hak dan kewajibannya semakin tinggi sehingga pasien menjadi kritis terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
c.       Bagi Tenaga Medis
Selain standar profesi yang ada, juga boleh berhadapan dengan asumsi tuntunan hukum yang semakin gencar dokter/tenaga kesehatan lain harus hati-hati dan tertarik akan mutu pelayanan. Kesembuhan pasien tidak oleh obat saja, juga oleh faktor lain yang terkait.
2.    Komponen Quality Assurance
a.       Struktur : sarana fisik, perlengkapan, manajemen keuangan, sumber              daya manusia dan sumber daya yang lain.
b.      Proses     : semua yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien.
c.       Outcome :  hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan professional terhadap pasien.
3.    Prinsip-prinsip Quality Assurance antara lain:
a.       Berorientasi ke depan untuk mempertemukan kebutuhan dan harapan pasien atau masyarakat.
b.      Memfokuskan pada sistem dan proses.
c.       Menggunakan data untuk menganalisis proses penyampaian pelayanan.
d.      Mendorong suatu pendekatan tim dalam pemecahan masalah dan peningkatan mutu.
Berkas rekam medis merupakan rangkuman catatan pasien yang telah dirawat dan pernah berobat disuatu rumah sakit. Rekam medis bermutu baik apabila petugas dapat melaksanakan pencatatan data dengan baik, lengkap, akurat dan tepat waktu.
1.        Ciri-ciri mutu yang baik :
a.         Tersedia dan terjangkau
b.        Tepat kebutuhan
c.         Tepat sumber daya
d.        Tepat standar profesi/etika profesi
e.         Wajar dan aman
f.         Memuaskan pasien yang dilayani.
2.        Aspek kepuasan pasien
a.         Kenyamanan
b.        Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit
c.         Kompetensi teknis petugas
d.        Biaya
(Fk UI, 2000)

H.    Analisis Kuantitatif
Dalam pelayanan rekam medis perekam medis berkewajiban menjamin kualitas informasi salah satunya dengan cara melakukan analisis kuantitatif.
1.        Pengertian Analisis Kuantitatif
Analisis Kuantitatif adalah telaah/review bagian tertentu dari isi rekam medis dengan maksud menemukan kekurangan khusus yang berkaitan dengan pencatatan rekam medis.
2.        Tujuan analisis kuantitatif antara lain
a.       Menentukan sekiranya ada kekurangan agar dapat dikoreksi dengan segera pada saat pasien dirawat, dan item kekurangan belum terlupakan, untuk menjamin efektifitas kegunaan isi rekam medis di kemudian hari. Yang dimaksud dengan koreksi ialah perbaikan sesuai keadaan yang sebenarnya terjadi.
b.      Tujuan yang hendak dicapai untuk mengidentifikasi bagian yang tidak lengkap dengan mudah dapat dikoreksi dengan adanya dibuat suatu prosedur.
3.        Hasil yang didapat dari analisis kuantitatif antara lain:
a.       Identifikasi kekurangan-kekurangan pencatatan yang harus dilengkapi oleh pemberian pelayanan kesehatan dengan segera.
b.      Kelengkapan rekam medis sesuai dengan peraturan yang ditetapkan jangka waktunya, perizinan, akreditasi, keperluan sertifikat lainnya.
c.       Mengetahui hal-hal yang berpotensi untuk membayar ganti rugi.
4.        Komponen analisis kuantitatif
a.       Identifikasi pasien
Pemeriksaan terhadap tiap-tiap halaman/lembar dokumen rekam medis dalam hal identifikasi harus dilakukan review oleh petugas, minimal harus memuat nama pasien dan nomor rekam medis pasien. Bila ada lembar yang tanpa identitas harus dilakukan review untuk menentukan milik siapa lembar rekam medis tersebut.
Kelengkapan identifikasi pasien :
1)      Nama pasien
2)      Alamat pasien
3)      Umur pasien
4)      Jenis kelamin pasien
b.      Adanya semua laporan/catatan yang penting (Review of Necessary Report).
Adanya Lembaran laporan yang penting terdapat dalam dokumen rekam medis. Contohnya lembar riwayat pasien, pemeriksaan fisik,  catatan perkembangan, observasi klinik, ringkasan penyakit. Lembar tertentu kadang kala ada tergantung kasus pasien, laporan operasi, anestesi, hasil Patologi Anatomi (PA). Penting ada tanggal dan jam pencatatan, sebab ada kaitannya dengan peraturan pengisian.
c.       Otentikasi
Tanda tangan, cap/stempel, dan inisial yang dapat diidentifikasi dalam rekam medis, atau kode seseorang untuk komputerisasi. Harus ada title/gelar professional (Dokter/Perawat). Komponen review otentikasi terdiri dari otentikasi penulisan (nama, tanda tangan dan gelar dokter) dan cara pengisian (coretan, baris yang kosong).
d.      Pencatatan yang benar
Analisis kuantitatif tidak bisa memecahkan masalah tentang isi rekam medis yang tidak terbaca dan tidak lengkap. Tetapi bisa mengingatkan atau menandai entri yang tertinggal dimana kesalahan tidak diperbaiki secara semestinya terdapat daerah lompatan yang seharusnya diberi garis untuk mencegah penambahan, kemudian pada catatan kemajuan dan perintah dokter, perbaikan kesalahan  merupakan aspek yang sangat penting dalam dokumentasi. Kelengkapan pencatatan yang benar :
1)      Catatan yang tidak lengkap dan yang tidak dapat dibaca.
2)      Memeriksa baris perbaris dan bila ada barisan yang kosong digaris tidak diisi.
3)      Singkatan tidak dibolehkan.
4)      Bila ada salah pencatatan maka bagian yang salah digaris dan catatan tersebut masih terbaca. Kemudian diberi keterangan disampingnya bahwa catatan tersebut salah/salah menulis rekam medis pasien lain.
Contoh :
Penggunaan tip-x dan pembetulan kesalahan dengan coretan
(Wuryanto S, 2006)

I.       Kelengkapan Dokumen Rekam Medis IMR (Incomplete Medical Record) dan DMR (Delinquent Medical Record).
Cara untuk mengetahui tingkat ketidaklengkapan dokumen rekam medis dapat dicari dengan perhitungan sebagai berikut :
1.      IMR (Incomplete Medical Record Rate)
Adalah jumlah Dokumen Rekam Medis yang belum lengkap setelah pasien selesai pelayanan atau perawatan. Pemberi pelayanan kesehatan diberitahu untuk melengkapi rekam medis yang telah lengkap agar sesuai dengan batas waktu pelengkapan dokumen rekam medis 2 x 24 jam.
Jumlah berkas rekam medis yang belum lengkap
x 100%
Jumlah pasien pulang selama periode pelengkapan rekam medis tersebut

2.      DMR (Delinquent Medical Record Rate)
Adalah dokumen rekam medis dikatakan lengkap setelah lewat masa pelengkapan dari masing-masing unit pelayanan batas waktu pelengkapan dokumen rekam medis 7 x 24 jam.
Jumlah berkas rekam medis bandel
x 100%
Jumlah pasien pulang selama periode pelengkapan rekam medis tersebut

Bila hasil perhitungan lebih dari 50% berarti merupakan problem serius, nilai 40% Delinquent MR lebih masih baik daripada Delinquent RM permanen.
(Wuryanto S, 2006)

J.      Waktu Menganalisis Dokumen Rekam Medis
1.        Retrospective Analysis
Retrospective Analysis adalah penganalisisan dokumen rekam medis yang dilakukan sesudah pasien pulang. Hal ini telah lazim dilakukan karena dapat dianalisis keseluruhan walaupun hal ini memperlambat proses melengkapi yang kurang.
Pada penelitian kelengkapan otentikasi lembar Informed Consent tindakan Cesarian Section menggunakan analisis retrospektif yaitu dengan menggunakan data dokumen rekam medis pasien yang sudah pulang.
Analisis kuantitatif : identifikasi, pelaporan yang penting, otentikasi, dan pencatatan yang benar.

2.        Concurrent Analysis
Concurrent Analysis adalah menganalisis dokumen rekam medis yang dilakukan saat pasien masih dirawat, dilakukan bersamaan dengan saat pelayanan pasien terkait sedang berjalan. Cara ini memudahkan koreksi dan akan mengurangi salah tafsir di kemudian hari. Ini menggunakan analisis IMR (Incomplete Medical Record Rate) dan DMR (Delinquent Medical Record Rate).
(Wuryanto S, 2006)


Kerangka Teori

BAB III
METODE PENELITIAN

A.     Jenis dan Rancangan Penelitian.

Jenis Penelitian adalah deskriptif, yaitu jenis penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi.
Metode yang digunakan adalah metode observasional yaitu suatu prosedur yang berencana untuk melihat dan mencatat jumlah serta tingkat aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah penelitian.
Sedangkan pendekatannya adalah pendekatan retrospektif yaitu peneliti mengumpulkan data-data yang ada pada masa lalu atau yang pernah terjadi.
(Narbuko C, 2008)

B.      Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.
Variabel Penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).





Tabel 3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
No.
Variabel Penelitian
Definisi Operasional
1.
Kelengkapan identitas penanggungjawab pasien
a.       lengkap jika seluruh item sudah terisi untuk :
1)      nama lengkap
2)      jenis kelamin/ umur
3)      alamat
4)      bukti diri/ KTP
b.       tidak lengkap jika terdapat item yang belum terisi:
1)      nama lengkap
2)      jenis kelamin/ umur
3)      alamat
4)      bukti diri/ KTP

2.
Kelengkapan jenis tindakan yang akan dilakukan
a.       lengkap jika seluruh item sudah terisi untuk :
-          jenis tindakan yang dilakukan
b.      tidak lengkap jika terdapat item yang belum terisi:
-          jenis tindakan yang dilakukan

3.
Kelengkapan identitas pasien




a.       lengkap jika seluruh item sudah terisi untuk :
1)    nama lengkap
2)    jenis kelamin/ umur
3)    alamat
4)    bukti diri/ KTP
b.      tidak lengkap jika terdapat item yang belum terisi:
1)    nama lengkap
2)    jenis kelamin/ umur
3)    alamat
4)    bukti diri/ KTP

4.
Kelengkapan Otentikasi
a.       lengkap pada pengisian identitas  jika sudah terisi:
1)    tanda tangan dokter
2)    nama dokter
b.      tidak lengkap jika tidak ada salah satu item:
1)    tanda tangan dokter
2)    nama dokter

C.     Populasi Dan Sampel

1.      Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010) pada penelitian ini populasinya adalah formulir Informed Consent pada pasien Caesarean Section selama periode triwulan I tahun 2010 yaitu sebanyak 52 dokumen rekam medis.
2.      Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini pengambilan sampel dengan menggunakan teknik quata sampling yaitu pengambilan sample dengan cara menetapkan jumlah sample yang diperlukan  Pada penelitian ini besar sampel yang digunakan adalah 52 dokumen rekam medis dari total populasi yang ada.

D.     Instrumen dan Cara Pengumpulan  Data
1.      Instrumen Penelitian
a.       Check list.
Check list berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya, sehingga peneliti memberikan tanda/tally yang akan digunakan untuk meneliti isi formulir Informed Consent pasien Caesarean Section.
b.      Wawancara
Suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dimana peneliti mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang sasaran penelitian atau responden (Notoatmojo S. 2002). Wawancara ini dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada petugas Assembling.
2.      Cara Pengumpulan Data
a.       Sumber Data
Menurut (Hatta G. 2008) data sekunder adalah data yang diperoleh dari institusi yang telah mengumpulkan datanya, jadi tidak langsung dikumpulkan dari sumber data yaitu subjek yang diteliti. Subyek yang diteliti adalah kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan medis Caesarean Section.
b.      Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini adalah kelengkapan pengisian formulir persetujuan tindakan medis Caesarean Section dilakukan dengan cara pengamatan dokumen rekam medis dan mencatat hasilnya pada lembar checklist.





E.      Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1.      Tahapan Pengolahan Data
a.       Pengumpulan (Collecting)
Kegiatan pengumpulan data mengenai pengisian kelengkapan pada formulir Informed Consent pasien Sectio Caesaria.
b.      Editing
Kegiatan mengoreksi, memperbaiki data yang sudah diperoleh menjadi informasi yang lebih berarti sehingga tidak menghilangkan ketidaksesuaian dengan data yang didapat.
c.       Klasifikasi
Setelah memulai proses editing maka data dikelompokkan menjadi dua yaitu data yang lengkap dan data yang tidak lengkap beserta jumlahnya.
d.      Memaparkan (Narasi) atau penyajian data
Setelah data dimasukan kedalam tabel penyajian kemudian dilakukan interprestasi data.
2.      Analisis data
Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif dengan cara menguraikan keadaan yang diperoleh, yang dapat digunakan untuk pengambilan kesimpulan berdasarkan hasil dari pengamatan di lapangan dan teori yang terkait dalam tinjauan pustaka.



F.      Jadual Penelitia

Tabel 3.2
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
No
Kegiatan
Tahun 2011
Maret
April
Mei
Juni
Juli
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
1
Penyusunan Proposal KTI




















2
Validasi KTI




















3
Penyusunan KTI




















4
Penyempurnaan KTI




















5
Ujian KTI Nasional




















6
Perbaikan KTI Nasional




















7
Pengumpulan KTI























BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.   Hasil Penelitian
1.      Sejarah singkat
Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar  merupakan rumah sakit milik Pemerintah Daerah Karanganyar, yang bermula dari rumah sakit bersalin RB “Kartini” yang didirikan oleh tokoh masyarakat dipimpin oleh Bapak Naryo Adirejo Bupati KDH Karanganyar. Pada tahun 1989 bangunan mulai diperluas dan dibangun oleh Pemerintah Daerah menjadi Rumah Sakit Umum Karanganyar dengan luas 1,13 Ha. Dengan makin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan kuantitas dan kualitas pelayanan, Pemerintah Daerah Karanganyar merencanakan pemindahan RSU di lokasi Dukuh Jengglong, Kelurahan Bejen, Kecamatan Karanganyar.
Pada tanggal 11 Maret 1995 seluruh fasilitas pelayanan dipindahkan, kecuali poliklinik gigi dipindahkan pada tanggal 6 Januari 1997. Berdasarkan analisis organisasi, fasilitas dan kemampuan RSUD Karanganyar memenuhi syarat menjadi RSU kelas C yang dikukuhkan dengan keputusan MenKes Republik Indonesia No. 009-1/MenKes/1993, sehingga pada tahun 1995 Pemerintah Daerah menetapkan Perda No. 10 tahun 1995 tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja RSU Karanganyar. Guna meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat agar lebih  berdayaguna dan berhasilguna pada tahun 2001, Pemerintah daerah menetapkan Perda No. 15 tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja RSUD Kabupaten Karanganyar sebagai Lembaga Teknis Kabupaten Karanganyar.
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar, dalam perkembangannya memiliki lahan seluas 51.680 m2. RSUD Kabupaten Karanganyar pada tahun 2003 telah memiliki bangsal rawat inap sebanyak 9 ruangan yaitu: zal Dalam 1/Mawar I, zal Dalam 2/Mawar II, zal Bedah/Kantil, zal Anak/Melati, zal Kenanga, zal Teratai, zal Dahlia, zal Teladan atau Anggrek 1 dan zal Utama/Anggrek II. Sedangkan pelayanan lainnya adalah farmasi, bedah sentral, radiologi, unit gawat darurat, rekam medik dan administrasi.
Pada pelayanan poliklinik atau rawat jalan terdapat 12 unit, diantaranyan adalah: poliklinik umum, gigi dan mulut, 7 unit poliklinik spesialis yaitu: spesialis penyakit anak, spesialis penyakit kandungan dan kebidanan, spesialis penyakit dalam, spesialis penyakit bedah, spesialis penyakit THT, spesialis penyakit mata, spesialis penyakit syaraf dan spesialis penyakit kulit, kelamin dan kosmetik, juga poliklinik konsultasi yaitu gizi.
2.      Visi dan Misi
a.       Visi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar.
Sebagai rumah sakit berstandar nasional dan pilihan masyarakat.
b.      Misi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar.
1)    Memberikan pelayanan kesehatan yang professional, akurat, tepat waktu, efektif dan efisien serta memuaskan.
2)    Meningkatkan kompetensi dan komitmen SDM.
3)    Meningkatkan kemandirian pengelolaan keuangan sebagai Badan Layanan Umum Daerah.
4)    Mengembangkan pelayanan unggulan melalui pendidikan, pelatihan dan penelitian serta pemenuhan sarana prasarana sesuai kebutuhan masyarakat.
c.       Visi Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten   Karanganyar
Pada tahun 2009 telah terwujud sistem informasi rumah sakit dengan komputerisasi di semua unit pelayanan berbasis pada sistem dan prosedur pelayanan rekam medis secara manual yang diciptakan pada tahun 1997.
d.      Misi Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar
Menyelenggarakan pelayanan rekam medis yang bermutu sebagai alat bukti tentang proses pelayanan medis kepada pasien memuat informasi yang cukup, akurat, dapat dipertanggungjawabkan dan bersifat rahasia


3.      Data pengisian kelengkapan formulir persetujuan tindakan medis Sectio Caesaria pasien rawat inap Triwulan I Tahun 2010.
Dalam pembuatan formulir persetujuan tindakan medis Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar berpedoman pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No. HK.00.06.3.5.1866 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).
Informed Consent sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, pada Pasal 45 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi.
Menurut Kebijakan Rumah Sakit tentang Kebijakan Informed Consent diterbitkan tanggal 10 November 2009 dijelaskan bahwa :
a.    Setiap melakukan pelayanan medis kepada pasien harus diinformasikan secara jelas terhadap apa yang akan dilakukan, tujuannya apa dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi akibat pelayanan tersebut.
b.    Apabila diperlukan persetujuan tindakan medis tersebut dimintakan persetujuan tertulis dan ditandatangani oleh pasien yang berhak.
c.    yang berhak menandatangani persetujuan tindakan medis adalah pasien/ suami/ isteri atau anak, ayah, ibu, atau keluarga seturunan ayah atau keluarga seturunan ibu.
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Karanganyar terdapat 2 jenis Informed Consent (Pernyataan Persetujuan) yaitu: Pernyataan Persetujuan Persalinan/Tindakan dan Pernyataan Persetujuan Operasi. Pernyataan Persetujuan Persalinan/Tindakan digunakan untuk pernyataan persetujuan tindakan medik dalam proses persalinan. Sedangkan Pernyataan Persetujuan Operasi digunakan untuk pernyataan persetujuan tindakan medik berupa operasi pada umumnya (selain tindakan medik dalam proses persalinan). Bentuk formulir persetujuan tindakan medis pada lampiran.
Meskipun kegunaan lembar Pernyataan Persetujuan Persalinan/Tindakan dan lembar Pernyataan Persetujuan Operasi berlainan namun keduanya memiliki isi/informasi yang sama,yaitu:
a.         Nomor Rekam Medis
b.        Unit
c.         Ruang
d.        Kelas
e.         Identitas pembuat pernyataan. (meliputi: nama, umur dan jenis kelamin, alamat, bukti diri/KTP dan hubungan dengan pasien)
f.         Jenis tindakan
g.        Identitas pasien (meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat bukti diri dan tempat perawatan.
h.        Pernyataan persetujuan.
i.          Tempat dan tanggal pernyataan dibuat.
j.          Nama dan tanda tangan yang membuat pernyataan.
k.        Nama dan tanda tangan dokter yang melaksanakan tindakan medis.
l.          Nama dan tanda tangan saksi.
Berikut ini adalah data hasil review pengisian kelengkapan formulir persetujuan tindakan medis Caesarean Section pasien rawat inap periode Triwulan I Tahun 2010 :
1.      Kelengkapan Identitas Penanggung jawab pasien                       
Tabel 4.1
Kelengkapan Formulir Persetujuan Tindakan Medis
Caesarean Section (Identitas Penanggung Jawab Pasien)
No
Item Pada Formulir
Kelengkapan Pengisian
Lengkap
Tidak Lengkap
Jumlah
%
Jumlah
%
1.
 Nama
41
78,8
11
21,1
2.
Umur  
30
57,6
22
42,3
3.
Jenis Kelamin
41
78,8
11
21,1
4.
Alamat
37
71,1
15
28,8
                  Sumber : Data Sekunder dokumen rekam medis dengan kasus Caesarean Section.
Kelengkapan identitas penanggung jawab pasien (lengkap) tertinggi pada item nama dan jenis kelamin 41 dokumen rekam medis (78,8%) sedangkan terendah pada item umur 30 dokumen rekam medis (57,6%). Kelengkapan identitas penanggung jawab pasien (tidak lengkap) tertinggi pada item umur 22 dokumen rekam medis (42,3%) sedangkan terendah pada item nama dan jenis kelamin 11 dokumen rekam medis (21,1%).
2.      Kelengkapan Jenis Tindakan Yang Akan Dilakukan.
Berdasarkan hasil kelengkapan tindakan yang akan dilakukan (lengkap) tertinggi pada item pernyataan persetujuan tindakan medis 28 dokumen rekam medis (53,8%) sedangkan (tidak lengkap) tertinggi 24 dokumen rekam medis (46,1%).

3.      Kelengkapan Identitas Pasien
Tabel 4.2
Kelengkapan Formulir Persetujuan Tindakan Medis
Caesarean Section (Identitas Pasien)
No
Item Pada Formulir
Lengkap
Tidak Lengkap
Jumlah
%
Jumlah
%
1.
Nomor Rekam Medis
42
80,7
10
19,2
2.
Nama Pasien
44
84,6
8
15,3
3.
Umur Pasien
42
80,7
10
19,2
4.
Jenis Kelamin Pasien
44
84,6
8
15,3
5.
Alamat Pasien
35
67,3
17
32,6
                Sumber : Data Sekunder dokumen rekam medis dengan kasus Caesarean Section.
Kelengkapan identitas pasien untuk (lengkap) tertinggi pada item nama dan jenis kelamin pasien 44 dokumen rekam medis (84,6%) sedangkan terendah pada item alamat pasien 35 dokumen rekam medis (67,3%). Kelengkapan identitas pasien (tidak lengkap) tertinggi pada item alamat pasien 17 dokumen rekam medis (32,6%) sedangkan terendah pada item nama dan jenis kelamin pasien 8 dokumen rekam medis (15,3%).
4.      Kelengkapan Otentikasi
. Tabel 4.3
Kelengkapan Formulir Persetujuan Tindakan Medis
Caesarean Section (Otentikasi)
No
Item Pada Formulir
Lengkap
Tidak Lengkap
Jumlah
%
Jumlah
%
1.
 Nama Dokter
45
86,5
7
13,4
2.
Tanda Tangan Dokter
47
90,3
5
9,6
3.
Nama Saksi
5
9,6
47
90,3
4.
Tanda Tangan Saksi
6
11,5
46
88,4
5.
Tanda Tangan Pembuat Pernyataan
46
88,4
6
11,5




                                                                          Sumber : Data Sekunder dokumen rekam medis dengan kasus Caesarean Section.
Kelengkapan otentikasi (lengkap) tertinggi pada item tanda tangan dokter 47 dokumen rekam medis (90,3%) sedangkan terendah pada item nama saksi 5 dokumen rekam medis (9,6%). Kelengkapan otentikasi (tidak lengkap) tertinggi pada item nama saksi 47 dokumen rekam medis (90,3%) sedangkan terendah pada item tanda tangan dokter 5 dokumen rekam medis (9,6%).



















B.  Pembahasan
Dari analisis pengisian kelengkapan formulir persetujuan tindakan medis pada tindakan Caesarean Section periode triwulan I tahun 2010 ditemukan bahwa:
1.    Kelengkapan Identitas Penanggung Jawab Pasien
Hasil kelengkapan identitas penanggung jawab pasien tertinggi pada item nama dan jenis kelamin sebesar 41 dokumen rekam medis (78,8%) sedangkan terendah pada item umur sebesar 30 dokumen rekam medis (57,6%). Ketidaklengkapan identitas penanggung jawab pasien tertinggi pada item umur pasien sebesar 22 dokumen rekam medis (42,3%) sedangkan terendah pada item nama dan jenis kelamin sebesar 11 dokumen rekam medis (21,1%).
Kelengkapan identitas penanggungjawab pasien penting karena identitas penanggung jawab pasien harus selalu ada pada Formulir Persetujuan Tindakan Medis. Hal ini untuk mencegah apabila salah satu formulir lepas dari dokumen rekam medis sehingga petugas lebih mudah dalam menggabungkan formulir tersebut pada dokumen rekam medis yang bersangkutan tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya pemberitahuan atau penjelasan yang terperinci kepada pasien atau keluarga pasien yang akan menjalani tindakan medis. Faktor kelengkapan dalam hal ini dikarenakan petugas sudah mengerjakan tugasnya dengan teliti, disiplin dan sesuai dengan prosedur rumah sakit tentang analisis kelengkapan isi rekam medik. Faktor ketidaklengkapan dipengaruhi oleh petugas yang kurang teliti, disiplin dan belum memahami prosedur yang telah diterapkan rumah sakit sehingga masih terjadi ketidaklengkapan pengisian dokumen rekam medik.
  Menurut Kebijakan Rumah Sakit tentang Kebijakan Informed Consent diterbitkan tanggal 10 November 2009 dijelaskan bahwa yang berhak menandatangani persetujuan tindakan medis adalah pasien/ suami/ isteri atau anak, ayah, ibu, atau keluarga seturunan ayah atau keluarga seturunan ibu.
2.    Kelengkapan Jenis Tindakan Yang Akan Dilakukan.
Hasil kelengkapan tertinggi pada item jenis tindakan medis Caesarean Section yang akan dilakukan sebesar 28 dokumen rekam medis (53,8%) sedangkan ketidaklengkapan jenis persetujuan tindakan medis Caesarean Section yang akan dilakukan tertinggi sebesar 24 dokumen rekam medis (46,1%). Jika jenis tindakan medis Caesarean Section tidak terisi akan mengakibatkan riwayat penyakit pasien dari awal masuk sampai keluar rumah sakit tidak berkesinambungan sehingga dalam memberikan pelayanan medis dan pengobatan kepada pasien tidak maksimal. Hal ini dikarenakan petugas kurang teliti dalam pengisian jenis tindakan yang akan dilakukan kepada pasien. Faktor kelengkapan dalam hal ini dikarenakan petugas sudah mengerjakan tugasnya dengan teliti, disiplin dan sesuai dengan prosedur rumah sakit tentang analisis kelengkapan isi rekam medik. Faktor ketidaklengkapan dipengaruhi oleh petugas yang kurang teliti, disiplin dan belum memahami prosedur yang telah diterapkan rumah sakit sehingga masih terjadi ketidaklengkapan pengisian dokumen rekam medik.
 Menurut Kebijakan Rumah Sakit tentang Kebijakan Informed Consent diterbitkan tanggal 10 November 2009 dijelaskan bahwa setiap melakukan pelayanan medis kepada pasien harus diinformasikan secara jelas terhadap apa yang akan dilakukan, tujuannya apa dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi akibat pelayanan tersebut.
3.    Kelengkapan Identitas Pasien
Hasil kelengkapan identitas pasien tertinggi pada item nama dan jenis kelamin pasien sebesar 44 dokumen rekam medis (84,6%) sedangkan terendah pada item alamat pasien sebesar 35 dokumen rekam medis (67,3%). Ketidaklengkapan identitas pasien tertinggi pada item alamat pasien sebesar 17 dokumen rekam medis (32,6%) sedangkan terendah pada item nama dan jenis kelamin pasien sebesar 8 dokumen rekam medis (15,3%). Dilihat dari fungsinya bahwa identitas pasien harus selalu ada pada setiap Formulir. Hal ini untuk mencegah apabila salah satu formulir lepas dari dokumen rekam medis sehingga petugas lebih mudah dalam menggabungkan formulir tersebut pada dokumen rekam medis yang bersangkutan tersebut dan untuk membedakan antara satu pasien dengan pasien yang lain. Hal ini dikarenakan kurangnya pemberitahuan atau penjelasan yang terperinci dan jelas kepada pasien atau keluarga pasien yang akan menjalani tindakan medis. Faktor kelengkapan dalam hal ini dikarenakan petugas sudah mengerjakan tugasnya dengan teliti, disiplin dan sesuai dengan prosedur rumah sakit tentang analisis kelengkapan isi rekam medik. Faktor ketidaklengkapan dipengaruhi oleh petugas yang kurang teliti, disiplin dan belum memahami prosedur yang telah diterapkan rumah sakit sehingga masih terjadi ketidaklengkapan pengisian dokumen rekam medik.
Menurut Kebijakan Rumah Sakit tentang Kebijakan Informed Consent diterbitkan tanggal 10 November 2009 dijelaskan bahwa apabila diperlukan persetujuan tindakan medis tersebut dimintakan persetujuan tertulis dan ditandatangani oleh pasien yang berhak.
4.    Kelengkapan Otentikasi
Hasil kelengkapan otentikasi tertinggi pada item tandatangan dokter sebesar 47 dokumen rekam medis (90,3%) sedangkan terendah pada item nama saksi sebesar 5 dokumen rekam medis (9,6%). Ketidaklengkapan otentikasi tertinggi pada item nama saksi sebesar 47 dokumen rekam medis (90,3%) sedangkan terendah pada item tandatangan dokter sebesar 5 dokumen rekam medis (9,6%). Kelengkapan otentikasi digunakan untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab terhadap perawatan yang diberikan kepada pasien. Apabila dalam melaksanakan tindakan medis tidak ada persetujuan dari pihak pasien atau keluarga pasien dan terjadi sesuatu kepada pasien maka pihak pasien atau keluarga pasien dapat memberikan tuntutan akan hal tersebut dan yang bertanggung jawab penuh adalah pihak yang melaksanakan tindakan medis tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya pemberitahuan atau penjelasan yang terperinci kepada petugas dan pasien atau keluarga pasien yang akan menjalani tindakan medis. Faktor kelengkapan dalam hal ini dikarenakan petugas sudah mengerjakan tugasnya dengan teliti, disiplin dan sesuai dengan prosedur rumah sakit tentang analisis kelengkapan isi rekam medik. Faktor ketidaklengkapan dipengaruhi oleh petugas yang kurang teliti, disiplin dan belum memahami prosedur yang telah diterapkan rumah sakit sehingga masih terjadi ketidaklengkapan pengisian dokumen rekam medik.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medis sesuai dengan hasil penelitian dan Prosedur Tetap Rumah Sakit diterbitkan tanggal 10 November 2009 menjelaskan aspek hukum dari Persetujuan Tindakan Medis yang meliputi :
a.      Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
b.     Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
c.      Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
d.     Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
e.      Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
f.      Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g.     Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A.    Simpulan
1.        Kelengkapan identitas penanggung jawab pasien tertinggi pada item nama dan jenis kelamin sebesar 41 dokumen rekam medis (78,8%). Ketidaklengkapan identitas penanggung jawab pasien tertinggi pada item umur pasien sebesar 22 dokumen rekam medis (42,3%).
2.        Kelengkapan jenis tindakan yang akan dilakukan tertinggi pada item jenis persetujuan tindakan yang akan dilakukan sebesar 28 dokumen rekam medis (53,8%). Ketidaklengkapan jenis persetujuan tindakan yang akan dilakukan tertinggi sebesar 24 dokumen rekam medis (46,1%).
3.        Kelengkapan identitas pasien untuk  persentase tertinggi pada item nama dan jenis kelamin pasien sebesar 44 dokumen rekam medis (84,6%). Ketidaklengkapan identitas pasien untuk persentase tertinggi pada item alamat pasien sebesar 17 dokumen rekam medis (32,6%).
4.        Kelengkapan otentikasi untuk  persentase tertinggi pada item tandatangan dokter sebesar 47 dokumen rekam medis (90,3%). Ketidaklengkapan otentikasi untuk persentase tertinggi pada item nama saksi sebesar 47 dokumen rekam medis (90,3%).


B.     Saran
1.      Perlu adanya kerjasama antara petugas rekam medis dengan unit lain khususnya dokter dan perawat dalam melengkapi formulir rekam medis.
2.      Mengadakan sosialisasi tentang Analisis Kuantitatif untuk unit lain khususnya dokter dan perawat agar diperoleh kualitas kerja yang baik dalam manajemen pengambilan keputusan rumah sakit.

BY : ARI SATATA (08.0.A.145)